twitter


Suatu sore di Menteng Raya, ada obrolan yang menarik untuk tetap diingat. Sebut saja Si Buya atau Sang Kyai, dengan gayanya yang bersahabat beliau mengingatkan kepada saya soal penampilan, pakaian dan aksesoris lain yang pertama-tama akan selalu dipandang orang dan akan menghasilkan suatu kesan pada diri orang tersebut. Saya masih mencoba mengingatnya, barangkali demikian: Pakaianmu akan menghormatimu (membuatmu tampak terhormat) sebelum dudukmu. Dan Ilmumu akan menghormatimu (membuatmu terhormat) setelah dudukmu.
Saya belum benar-benar mengerti soal kalimat itu. Tapi saya coba mengaitkannya dengan pengalaman hidup saya. Pada masa-masa kuliah yang belum lama berlalu, ada pengalaman yang saya pikir menarik. Pada semester-semester awal kuliah, penampilan saya selalu terlihat lusuh dan kadang benar-benar nampak ‘acak-acakan’ (terkadang gaya itu masih tersisa sampai sekarang). Badan kurus saya balut dengan Kaos oblong apa adanya, jeans belel robek di lutut, jaket cokelat kumal, topi kumal, dan sandal jepit.
Setiap hari tentunya orang-orang yang bertemu saya akan memandang saya dengan beragam persepsi. Persepsi pertama yang banyak muncul dari orang yang pertama kali melihat, barangkali, antara lain gembel, anak nggak keurus, slengean, nggak tahu etika, jorok, dll. Kesan itu bisa jadi tambah kuat ketika orang yang bertemu terlibat perbincangan dengan saya. Atau justru sebaliknya, kesan pertama gugur satu-satu dan muncul persepsi lain yang entah lebih buruk atau lebih baik. Saya belum pernah benar-benar menanyakannya pada teman-teman dan dosen saya saat itu.
Pada akhir semester, saya menghadapi sidang skripsi. Saya berpenampilan berbeda dari sebelumnya. Rambut saya potong rapi, pakaian rapi dengan kemeja lengan panjang hitam bercorak garis silver vertikal, celana panjang hitam, sepatu kulit mulus mengkilap, di leher melingkar dasi silver yang menjuntai hingga ke perut. Di lengan ada jam tangan, datang tepat waktu. Yang hadir tentunya mempunyai kesan awal bahwa, barangkali, saya merupakan orang yang serius, baik, pintar, ‘penurut’, dll. Poin yang bagus untuk memulai presentasi.
Saya presentasikan skripsi saya dengan semaksimal mungkin. Saat sesi tanya-jawab pun saya jawab semaksimal mungkin sesuai dengan pengetahuan yang saya miliki. Dari apa yang saya ungkapkan semakin jelaslah barangkali bagi orang-orang yang saya temui di sana tentang bagaimana dan siapa saya, terutama terkait dengan keilmuan saya. Saya tidak benar-benar tahu bagaimana caranya mereka menilai, tapi huruf A (Bukan ANARKI, tapi NILAI SANGAT BAIK) diberikan kepada saya saat itu juga. Saya berterimakasih untuk itu.
Saya coba kaitkan pengalaman itu dengan pepatah di atas. Rupanya penting juga penampilan/pakaian yang kita kenakan itu. Saya juga jadi ingat kembali dengan kata-kata teman saya  bahwa penampilan bukan yang utama, tapi kesan pertama. Dengan berpenampilan baik, kita akan lebih dipandang baik oleh orang. Akan tetapi, jangan hanya berhenti sampai pada penampilan, kita pun mesti mempunyai ilmu yang baikdan benar untuk lebih mengangkat diri kita di tengah-tengah masyarakat. Apalagi bila ilmu itu benar-benar kita manfaatkan untuk kemaslahatan masyarakat di sekeliling kita.
Berdasarkan pengalaman dan pepatah itu, sepertinya saya akan mencoba untuk tampil dengan gaya (penampilan) yang baik di tengah-tengah masyarakat, walaupun tidak perlu ada barang mahal yang melekat di tubuh yang penting enak dilihat bagi yang lain. Dan nampaknya saya harus terus mengembangkan ilmu saya bukan hanya untuk kehormatan pribadi, tetapi juga kehormatan keluarga dan masyarakat di sekeliling saya.
Penampilan yang baik, ilmu yang baik, benar dan bermanfaat, saya rasa akan mempermudah jalan hidup saya di tengah-tengah masyarakat dan menuju keridhoan Dia yang telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk. Rumusannya yaitu Berpikir Baik, Berbicara Baik, dan Bertindak Baik dengan berdasarkan pada Ilmu yang  Baik dan ‘Benar’.

0 komentar:

Posting Komentar