twitter


Tulisan ini dibuat menyambut Hari Kartini, 21 April lalu. Juga buat Helmy, ini sudah kuluruskan…walopun mungkin belum lurus2 amat..
Ini oleh-oleh ikutan Kursus Da’wah Power with Brother Kemal El Mekki dari Amerika yang dilaksanakan oleh Al Kauthar Institute tanggal 12-13 April 2008. Hari pertama gak ikutan karena mesti nari Saman ma Saman Girs di Travel Expo Melbourne untuk ajang promo pariwisata. Jadi hanya ikutan hari kedua. This course was great, and what I like is that the Syeikh is a fun teacher. Lucu banget cara beliau menyampaikan materi yang sebenarnya berat. Juga karena dia dari Amrik maka kadang kata2nya slank juga hehehe…it was great, a fun way to learn.
Now, what was actually I have learnt from this course? Buanyakkkkk..gak bisa ditulis semua. Intinya adalah bagaimana kita membawa diri kita bersama identitas keIslaman kita yang kadang menjadi ajang kita juga untuk berdakwah. Berdakwah sendiri artinya “to develop people around you; to help them become better in practice and understanding of the religion and in their manners, and their dealings” Jadi intinya bagaimana sikap, pemikiran dan tindakan kita bisa membawa orang lain menuju kebaikan, including develop ourselves to be a better person.
Now, bicara tentang hidup di negara yang banyak dihuni non muslim, tentunya memberi tantangan tersendiri. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang menantang pemahaman kita akan agama plus banyak juga kesempatan untuk mengenalkan agama kita. Salah satu pertanyaan yang selalu dan selalu banyak saya temui (karena saya cewek tentunya…) yaitu why do you wear hijab?
Ah…pertanyaan yang terus menerus ditanyakan, kadang capek juga njawabnya. Apalagi kalo ternyata jawaban saya malah memancing pertanyaan lanjutan yang alamak…males njawabnya. Tapi sesi di kursus ini membuat saya tersenyum. Yess, finally I find the answer.
Gini, Syeikh Kemal awalnya bertanya ke para brothers*, mengapa wanita diharuskan berhijab? Maka banyak jawaban, misalnya :
1.       Untuk kesopanan
2.       Supaya tidak mengundang syahwat
3.       Karena kecantikan wanita hanya untuk suami dan muhrimnya
4.       Untuk melindungi wanita (demi kehormatannya)
dan lain-lain. Hmmm…Syeikh Kemal tersenyum dan memang sengaja bertanya ke brothers terlebih dahulu. Dia bilang “ok, all of those answers are from brothers. Now, what is the answer from sisters? Why do you wear hijab?” Salah satu sister menjawab dan jawaban itu menutup sesi diskusi tersebut. Jawabannya “because I want to please my Lord”. That’s it…
Sekarang mari kita telaah jawaban-jawaban tadi. Kita lihat dari jawaban brothers. Semua jawaban brothers membawa dampak ke luar diri wanita. Untuk kesopanan;  kesopanan berdasar norma apa? dimana? menurut siapa?. Supaya tidak mengundang syahwat; hmmm..syahwat siapa nih? cowok tentunya…or cewek lesbi? Mmm…could be. Karena kecantikan wanita hanya untuk suami dan muhrimnya; aih…jawaban selfish dong ini. Untuk melindungi wanita or demi kehormatannya; again…kehormatan menurut siapa, menjaga dari siapa? Dari jawaban-jawaban itu terkesan seolah-olah wanita dituntut oleh sekelilingnya. Karena kebutuhan sekelilingnya maka wanita di”harus”kan berhijab. Ah, kalo bicara human rights dan emansipasi maka bisa saja saya bilang..enak aja, situ yang berkepentingan kenapa aku yang harus susah? Dikira enak apa pakai hijab? Udah panas, gak bisa kelihatan sexy, ribet, gak praktis…susah euy…
Ok, sekarang dilihat dari kacamata sisters. Jawaban “because I want to please my Lord”. Jelas sekali ini jawaban I message alias jawaban yang benar2 mewakili wanita itu sendiri. Jawaban ini menurut saya membawa dampak yang besar bagi wanita itu sendiri. Kata-kata “I” or aku membawa pesan bahwa apa-apa yang aku lakukan adalah berdasar pilihanku. Aku melakukannya bukan untuk orang lain, but for me. Lalu terusan dari jawaban ini, what for? Mengapa kamu melakukan itu? Again..this is not because of others but only for Allah, the One who orders me to wear hijab. Why Allah asks you to wear? For my honors, my dignity, my safety and above all else because Allah knows whats best for me. Dampak sosial yang muncul dari pemakaian hijab ini sendiri tentunya baik..kita tidak usah pungkiri itu. Saya belum melihat apa jeleknya memakai hijab selama memang dikenakan dengan baik dan tidak berlebihan.
Dari kacamata human rights dan emansipasi, jawaban di atas tidak akan terbantahkan. Siapa yang akan mempertanyakan hak kita beragama? Tidak ada…itu hak asasi kita. Siapa yang akan mempertanyakan hak kita melaksanakan perintah Allah? Tidak ada..itu hak asasi manusia. Siapa yang akan mempertanyakan dari sisi emansipasi? Tidak ada..selama itu pilihan pribadi sang wanita, apanya yang menyalahi haknya? Tidak ditemui pengekangan, penindasan dan pemaksaan selama sang wanita merasa itu adalah apa-apa yang dia inginkan. Hey man, I am wearing hijab since I want it…what’s your problem with that, mate? Dijamin, tuh bule diem..gak banyak omong lagi.
Sekarang jika banyak wanita muslim belum berhijab menurut saya adalah karena tiap wanita mempunyai hak-haknya dalam menentukan I messagenya terhadap pertanyaan “why hijab?” or maybe also “why not hijab?”. Tiap wanita berhak mencari jawabannya sendiri.
Sekedar sharing bagaimana saya menemukan I message saya berhijab. Begini, dulu saya adalah cewek slengek-an. Well, bukan cewek berandal sih, saya nakal tapi bukan nakal genit tapi nakal iseng and nyebelin hihihi..jadi malu. Celana jins bolong (gak cuma di ujung mata kaki tapi di paha atau pun pantat) itu sudah biasa. Kaos kumal dan sepatu sandal entah kegedean entah sandal anak2 berlampu yang masih kedap kedip pernah saya pakai selama saya kuliah. Lompat jendela atau pagar sudah biasa. Kelahi ma guru or senior juga sudah biasa. Telat gak tanggung-tanggung pun sudah makanan sehari-hari. Intinya saya gak peduli ma yang namanya kecantikan (mungkin juga kesopanan). Yang penting hepi dan berdaya guna…begitu prinsip saya. Kegiatan kemahasiswaan banyak saya ikuti. Acara berbobot namun gratisan adalah incaran saya lantaran dulu orang tua saya jarang memberi uang saku lebih. Pokoknya prinsip saya …ah apalah artinya penampakan, yang penting otak dan hati.
Sampai suatu hari seorang teman berhijab memberi secarik kertas “Wanita tidak berhijab bahkan tidak akan mencium bau surga”. Bah, cara dakwah macam apa ini? Siapa dia bisa-bisanya menentukan dimana posisi saya di surga. Pe de amat dia bisa masuk surga hanya lantaran dia berhijab. Juga saat saya bersama seorang teman saya yang berhijab bertemu teman lain yang juga berhijab. Kami menyapanya, dan bersalaman. Tapi mengecewakan, dia menyalami hanya teman saya yang berhijab, saya yang sudah mengulurkan tangan dicuekinnya. Whattt??? Muslim macam apa lagi ini? Semakin saya tidak mau berhijab karena ternyata cewek berhijab belum tentu lebih ramah dan welas asih. Sebagai protes saya, maka saya ikut pengajian di masjid Fatah Univ Brawijaya. Di tengah-tengah duduknya..tepat di tengah-tengah jamaah putri yang semua berhijab, hanya saya yang tidak berhijab. Semua melihat saya…peduli amat, hak saya menuntut ilmu, entah saya berhijab entah saya tidak.
Sampai saya lulus, dan selanjutnya bekerja di Surabaya. Masuk jadi kategori cewek kantoran. Pake rok mini belah kanan kiri. Baju ketat, muka ber make-up. Uhuy…tiap minggu pulang ke Malang, bawa duit, jalan-jalan, beli baju, beli makanan….mmm…balik kerja, pulang, beli-beli, balik kerja, main, jalan-jalan..mmm..bosan. Hidup kok gini ya? Akhirnya berhenti dan berprinsip hidup harus berdaya guna. Udah, jadi guru atau researcher aja, sepertinya lebih berisi dan mengandung nilai ibadah.
Pulang ke Malang, jadi guru Play Group. Juga dengan gigih nglamar sana sini untuk jadi dosen or guru di sekolah alternative. Sampai suatu kali dengar ada lowongan di IAIN Malang. Nglamar di sana. Ternyata dapat kabar semua pelamar cewek harus berhijab. Bener gak sih? Ternyata iya, akhirnya ngambil formulir dulu sama teman sambil mikir-mikir. Mmmm..berhijab gak ya? Saat mau sholat di IAIN kami harus masuk ke asrama putri lantaran di masjid IAIN tidak ada tempat wudhu tertutup dan teman saya yang berhijab tidak bisa membuka hijabnya. Ya sudah, jalan ke asrama putri. Sampai di gerbang asrama, seorang satpam berteriak keras “heh, temanmu yang belum berhijab itu hijabin dulu..baru boleh masuk ke asrama”. Sialan nih orang, apa maksudnya? Hanya karena saya tidak berhijab apa dikira saya penyakitan gitu? Gak bermoral? Gak beragama? Nyebelin gak sih…jadilah kita gak masuk ke asrama dan harus jalan balik ke kos salah satu teman. Semakin saya benci pada orang-orang tersebut. Hijab bukan suatu alasan menyakiti orang yang tidak berhijab. This is what I called communal oppression saat banyak orang ber-stereotype yang berhijab adalah yang beriman dan gadis baik-baik dan yang tidak maka bukan gadis baik-baik. Bah…apa-apa an itu? Judgmental banget!!
No way, makin kuat keinginan saya tidak berhijab lantaran saya tidak ingin membenarkan stereotype itu. Apapun penampakan luar manusia, hatinyalah yang menentukan orang macam apa dia. Hijab tidak hijab seharusnya tidak menjadi pembenaran orang menyakiti orang lain.
Namun karena butuh ikut tes CPNS di IAIN terpaksalah saya berhijab. Tuntutan ekonomi gitu ceritanya. Hari itu saya minta ijin ke kepala Play Group supaya boleh meninggalkan kelas sebentar untuk ikut ujian. Alhamdulillah diijinkan. Saya kenakan hijab saya saat meninggalkan Play Group dan bergegas menuju IAIN untuk mengikuti tes. Sepulang tes saya kembali ke Play Group karena harus mengajar di kelas sore. Kepala Sekolah saya bilang, kamu boleh berhijab tapi hanya di luar sekolah, di dalam sekolah kamu tidak  boleh berhijab. Pake saja topi dan jangan kerudung. Saya turuti peraturan itu, saya lepas hijab saya.
Saat akan pulang sore itu tiba-tiba saya lihat lagi hijab saya…hmmm…ada perasaan nyaman saat tadi saya memakainya. Saya sebenarnya sudah sering berhijab saat ikut pengajian atau pergi mengajar bersama teman-teman. Cuma entah kenapa hari itu hijab membuat saya merasa nyaman dan aman. Saya kenakan lagi hijab saya…ah, pulang ke rumah sore ini saya akan berhijab.
Di rumah saya termenung…mmm..saya memakai hijab lantaran pengen lulus tes IAIN. Hmmm…jahat sekali saya sama Allah. Saya melaksanakan perintahNya saat saya ingin sesuatu, saat saya ingin pekerjaan. Ah, saya sudah mendholimi Allah. Bagaimana bisa saya sedemikian jahatnya. Hanya saat saya butuh saya menurutiNya. Diam termenung saya melihat ke kaca, memandang saya berhijab. Perlahan saya bergumam lirih…”Ya Allah, terima kasih atas hidayahMu. Aku akan berhijab karena ikhtiarku untuk menyenangkanMu. Maafkan aku yang telah begitu keras hati melawan perintahMu. Ya, aku benci orang-orang yang menyuruhku berhijab dengan cara-cara kasar. Aku tidak akan pernah menuruti mereka. Aku berhijab hanya karenaMu”. Dan sejak saat itu saya berhijab. Saya telah menemukan I message saya untuk berhijab.
Dan saya gagal masuk IAIN Malang, nggak diterima...tapiiii..masuk jadi dosen Univ Brawijaya dan berhenti bekerja di Play Group. Sekarang bisa sekolah lagi di Melbourne yang memberi saya banyak petualangan baru. Terima kasih Allah....
To all my sisters around the world….mantapkan hati…kemukakan I message anda dalam menjawab “why hijab?” or “why not hijab?” Selamat berpetualang mencari I message anda...Semoga sekelumit cerita di atas bisa memberi ide buat anda menjawab dua pertanyaan di atas.
(red : di Australia sini kita manggil ikhwan dengan sebutan brother dan akhwat dengan sebutan sister, but trust me…I prefer someone call my name rather than akhwat which I don’t agree to be used. Penyempitan makna akhwat dari “cewek” menjadi “cewek beriman” -yang gak berjilbab bukan akhwat- membuat saya benci sekali pada kata ini. Berani-beraninya orang menjudge hanya berdasar satu kata…

0 komentar:

Posting Komentar